Oleh Yakub F. Ismail
Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak 2024 bakal segera dihelat. Pesta demokrasi ini menjadi momentum berharga bagi masyarakat khususnya di daerah Provinsi Banten untuk menentukan siapa pemimpin ke depan yang siap melayani rakyat.
Masyarakat perlu melupakan sejenak hiruk pikuk dinamika kota dan desa yang membuat atensi terhadap kondisi daerah tidak mendapat porsi serius.
Butuh waktu untuk melihat lebih jauh apa sebenarnya problem mendasar yang selama ini terjadi di Tanah Jawara ini.
Dibandingkan daerah-daerah lain yang kaya akan sumber daya mineral seperti tambang dan migas, Banten memang bukan provinsi yang dilimpahi karunia seperti itu.
Namun, ini tidak berarti Banten tidak punya potensi untuk maju. Sebagai salah satu daerah penghasil komoditas pertanian terbesar, Banten memang selama ini dikenal menyuplai hasil-hasil pertanian yang cukup besar.
Di samping itu, lokasinya yang tidak jauh dari wilayah strategis Jabodetabek membuat wilayah ini paling pesat pertumbuhan ekonominya selama beberapa dekade terakhir.
*Masalah Utama*
Bicara mengenai permasalahan Banten memang tidak ada habisnya. Bahkan jika di buat list satu per satu tentu tidaklah sedikit daftar masalah yang akan disusun.
Namun, masalah paling menyita perhatian saat ini di Banten ialah soal angka ketenagakerjaan. Diketahui, jumlah angkatan kerja berdasarkan Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) pada Februari 2024, sebanyak 6,05 juta pekerja di Banten, atau turun 53,63 ribu orang dibanding Februari 2023.
Sementara itu, Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) mengalami penurunan sebesar 1,00 persen poin dibanding Februari 2023.
Penduduk yang bekerja sebanyak 5,63 juta orang, atau naik sebanyak 8,03 ribu orang dari Februari 2023. Lalu, lapangan usaha yang mengalami peningkatan terbesar adalah Pendidikan sebesar 78,93 ribu orang.
Tidak hanya itu, sebanyak 2,83 juta orang (50,27 persen) bekerja pada kegiatan formal, turun 3,27 persen poin dibanding Februari 2023.
Persentase setengah pengangguran naik sebesar 3,23 persen poin, sementara persentase pekerja paruh waktu turun sebesar 0,30 persen poin dibanding Februari 2023.
Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Februari 2024 sebesar 7,02 persen, turun sebesar 0,95 persen poin dibanding Februari 2023.
Data-data di atas belum sepenuhnya menggambarkan kondisi ketenagakerjaan di Banten secara komprehensif. Mengutip Badan Pusat Statistik (BPS), tingkat pengangguran terbuka di Provinsi Banten tertinggi dibanding daerah lainnya di Indonesia.
Kepala BPS Banten, Faizal Anwar beberapa waktu lalu sempat menyampaikan data pengangguran ini berdasarkan hasil survei angkatan kerja nasional (Sakernas) bulan Februari 2024.
Dikatakan Faizal, Banten memiliki 6,05 juta juta angkatan kerja. Dari jumlah itu, 5,63 juta orang masuk kategori bekerja dan sisanya pengangguran terbuka mencapai 7,02 persen.
Faizal juga mengungkapkan bahwa angka pengangguran terjadi penurunan sebesar 0,95 persen atau 61.000 orang dibanding Februari 2023.
Sebab selama satu tahun, penyerapan tenaga kerja di Banten mencapai 28,03 ribu. Dari total 5,63 juta orang yang bekerja, 2,83 juta orang atau 50,27 persen bekerja pada kegiatan formal. Pada Februari 2024, TPT laki-laki sebesar 6,95 persen, lebih rendah dibanding TPT perempuan sebesar 7,14 persen.
Sedangkan, jika dilihat dari daerah tempat tinggal, pengangguran di perkotaan sebesar 7,09 persen atau lebih tinggi dibanding pengangguran di daerah perdesaan 6,78 persen.
“Dibandingkan Februari 2023, TPT perkotaan dan perdesaan mengalami penurunan masing-masing sebesar 0,96 persen dan 0,95 persen,” ucap dia.
5 Provinsi terbanyak angka pengangguran per Februari 2024, Banten menempati uruta pertama yakni 7,02 persen disusul Kepulauan Riau di posisi kedua 6,94 persen. Jawa Barat di peringkat ketiga, 6,91 persen diikuti Jakarta di posisi keempat 6,03 persen. Terakhir, peringkat kelima ditempati Papua Barat Daya dengan angka 6,02 persen.
*Pemimpin Ideal*
Bertolak dari permasalahan di atas, kini saatnya masyarakat Banten menentukan pilihan terbaiknya untuk mencari pemimpin ideal.
Pemimpin yang dimaksud ialah yang memiliki pemahaman tentang permasalahan krusial di Banten saat ini, sekaligus memiliki political will yang kuat untuk mengatasinya.
Ada sejumlah tokoh politik yang kini mulai bermunculan yang siap menjadi Gubernur dan Wakil Gubernur Provinsin Banten.
Namun, di antara beberapa figur yang ada, perlu di-tracking rekam jejak dan pengalaman mereka di dunia birokrasi dan profesionalitasnya.
Masyarakat harus pintar mencari tahu kualifikasi kandidat yang ada. Sebab, Banten lima tahun ke depan bergantung pada pilihan masyarakat hari ini.
Pilihan yang tepat akan membawa Banten menjadi daerah yang maju dan sejahtera. Sebaliknya, salah dalam memilih akan membawa Banten menuju kemunduran bahkan terjerembab dalam ketidakberdayaan mengahdapi permasalahan yang ada.
Pemimpin yang terpilih harus punya wawasan yang baik mengenai permasalahan dan potensi daerah Banten.
Ia juga harus punya kemampuan yang baik dalam leadership dan manejerial. Sebab, tanpa kualitas itu, sulit bagi kepala daerah untuk mengelola sumber daya alam dan sumber daya manusia di Banten.
Terakhir, dan ini yang terpenting, adalah bahwa siapapun gubernur dan wakil gubernur terpilih nanti, harus punya integritas sebagai seorang pemimpin.
Selama ini, masalah integritas menjadi masalah paling krusial lantaran banyak terlihat kasus korupsi dan praktik improsedural lainnya.
Untuk itu, pertaruhan nasib Banten akan datang, lagi-lagi bergantung pada kualitas pilihan masyarakat dalam menyeleksi pemimpin terbaik. (Rl/Fjr)